Istri Yang Menolak Ajakan Suami Berhubungan Intim

Saberpungli.com | Dalam hukum islam, Suatu pernikahan dilakukan dalam rangka beribadah kepada Allah dan untuk menyempurnakan keimanan seseorang, sebagai umat muslim baik lelaki maupun wanita wajib menikah dengan tujuan menjalankan sumber syariat islam dalam rangka beribadah kepada Allah.

Salah satunya tujuan pernikahan yaitu untuk mendapatkan keturunan dan memenuhi kebutuhan biologis berupa kasih sayang yang salah satunya dilakukan dengan jiwa.

Namun jika istri menolak suaminya untuk melakukan jima? Hukum wanita tidak melayani suami dalam Islam sudah jelas adalah sebuah dosa besar.

Untuk memenuhi kebutuhan keluarga, suami sudah mati-matian bekerja mencari nafkah di luar, tidak perduli nyawa taruhannya, namun tetap dilakukan karena kewajiban.

Wanita yang usianya masih muda setiap bulannya ada waktu haid, dan setelah melahirkan pun sang wanita membutuhkan “cuti” dari suaminya selama kurang lebih 40 hari karena syariat Islam melarang suami menggauli istrinya dalam kondisi tersebut. Belum lagi bila istri sakit atau ada uzur lain, dan juga suami yang sering keluar rumah karena mencari nafkah dan sebab-sebab yang lainnya.

Jika Saudari menolak permintaannya karena capek atau mengantuk, sedangkan suami hanya punya satu istri, maka kesalahan ada di pihak isri, karena suami tidak boleh melampiaskan kesenangannya kecuali kepada istri atau budaknya, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Mukminun ayat 6.

Selanjutnya, bagaimana seharusnya istri bila diajak oleh suaminya? Perhatikan hadits di bawah ini.

Dari Thalqu bin Ali, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا الرَّجُلُ دَعَا زَوْجَتَهُ فَلْتَأْتِهِ وَ إِنْ كَانَتْ عَلَى التَّنُّوْرِ

“Apabila seorang suami mengajak istrinya untuk berkumpul hendaknya wanita itu mendatanginya sekalipun dia berada di dapur.” (HR. Tirmidzi: 4/387; dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib: 2/199)

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُوْمَ وَ زَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ

“Tidak halal bagi wanita untuk berpuasa (sunnah) sedangkan suaminya berada di rumah, kecuali dengan izinnya.” (HR. Bukhari: 16/199)

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا دَعَا الرَّجُلُ اِمْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا اَلْمَلآئِكَةُ حَتىَّ تُصْبِحَ

“Apabila suami mengajak istrinya ke tempat tidurnya lalu istri enggan sehingga suami marah pada malam harinya, malaikat melaknat sang istri sampai waktu subuh.” (HR. Bukhari: 11/14)

Allah berfirman dalam QS Al Baqarah : 223 “Istri mu adalah seperti tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki”. Allah menciptakan lelaki dan wanita untuk saling melengkapi satu sama lain dengan jalan pernikahan, seorang istri membutuhkan nafkah lahir batin dari suami, seorang suami juga membutuhkan kasih sayang dan pelayanan dari istri.

Suami yang merasakan kesempurnaan dalam mendapat kebutuhannya tentu tidak akan berpaling atau tidak akan berbuat maksiat dengan wanita lain, sebab segala yang diinginkan telah didapat dari istrinya.

Penulis: Supriyanto als Pria Sakti Presiden Generasi Muda Indonesia Cerdas Anti Korupsi (GMICAK).

Sumber : Kitab suci Alquran

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *