Surabaya,Mediasaberpungli.com- Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jawa Timur (“DPW GNPK Jatim”) Rizky Putra Yudhapradana menyurati Ombudsman RI di Jawa Timur (Jatim ) yang intinya meminta atensi kepada Ombudsman RI di Jawa Timur untuk mengingatkan agar pelayanan administrasi di Badan Pertanahan Nasional Surabaya 1 (“BPN -1”) dapat berjalan dengan baik.
Hal tersebut dilakukan oleh DPW GNPK Jatim, karena melihat banyaknya ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan BPN SBY 1 yang dianggap/ dirasa berbelit-belit dan menggunakan standart ganda.
“Jadi dari laporan pengaduan yang kami terima, masih banyak pelayanan di BPN SBY 1 yang berbelit-belit, mengada-adakan aturan yang tidak ada, dan yang perlu diperhatikan menggunakan standart ganda, yaitu dalam suatu permohonan yang sama misal, ada 2 perlakuan yang berbeda,” tutur Ketua DPW GNPK Jatim.
Foto: Saat melakukan observasi bersama BPN dan Pemkot di Wilayah Tubanan Surabaya.
Ditambahkannya,BPN sebagai lembaga Administratif yang fungsinya melakukan Pencatatan, dianggap overlap dengan melakukan tindakan-tindakan yang seolah melakukan uji materi terhadap suatu permohonan. Salah satu kasus yang dilaporkan ke DPW GNPK Jatim adalah kasus hilangnya SHM di Banyu Urip dan kasus permohonan Pendaftaran Sertifikat di daerah Tubanan. Dalam Kasus Hilangnya SHM di Banyu Urip tersebut, Pihak BPN SBY 1 terlalu banyak menerapkan aturan tambahan yang harusnya tidak dipersyaratkan dalam Proses Pengurusan Penerbitan Sertifikat Pengganti Karena Hilang.
“Jadi ada syarat-syarat yang diminta untuk proses penerbitan SHM Pengganti Karena hilang ini yang merupakan syarat tambahan, yang dimana hal tersebut dilakukan sebagai bentuk kehati-hatian, namun malah overlap dari tupoksi BPN dalam menjalankan Fungsinya sebagai lembaga administratif pencatatat. Padahal ada Mekanisme Gugatan apabila timbul sengketa dan hal-hal lainnya,” tambah Rizky.
Selain Kasus SHM hilang, Kasus Permohonan Pendaftaran SHM di Tubanan juga tidak kalah menarik, BPN SBY 1 “menjaga” Hak Prioritas selama kurang lebih 20 tahun atas nama Hak yang sudah habis masa berakhirnya (bahkan sudah dianggap dibatalkan) dan BPN tidak pernah menyurati Pihak Pemegang Hak Prioritas tersebut.
“Ini yang dianggap standart Ganda, di satu sisi BPN SBY 1 mempertahankan Hak Prioritas seseorang entah sampai kapan, di Kasus Banyu Urip, BPN tidak mengindahkan Hak Prioritas Pemegang Hak. Padahal di Kasus Banyu Urip adalah SHM dan di Kasus Tubanan adalah SHGB yang sudah mati. Jika tidak ada kadaluwarsa Hak Prioritas, buat apa memperpanjang SHGB?,” Tutup Rizky.
Perlu diketahui, DPW GNPK Jatim juga akan membawa hal ini dalam Agenda Audiensi dengan Pemerintah Kota Surabaya pada Hari Rabu tanggal 10 Juli 2024 di Kantor Pemkot Surabaya. (Red)